web widgets

Monday, 15 June 2015

Teori Belajar



Pengertian Teori Belajar

      Belajar merupakan ciri khas manusia yang membedakannya dengan binatang. Belajar yang dilakukan manusia merupakan bagian hidupnya dan berlangsung seumur hidup. Dalam belajar, pebelajar yang lebih penting sebab tanpa pebelajar tidak ada proses belajar. Oleh karena itu tenaga pengajar perlu memahami terlebih dahulu teori belajar, karena membantu pengajar untuk memahami proses belajar yang terjadi didalam diri pebelajar, dengan kondisi ini pengajar dapat mengerti kondisi-kondisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi, memperlancar atau menghambat proses belajar.

Macam-Macam Teori Belajar

1.      Teori Behaviorisme

Behaviorisme adalah suatu studi tentang kelakuan manusia. Timbulnya aliran ini disebabkan rasa tidak puas terhadapa teori psikologi daya dan teori mental state. Sebabnya ialah karena aliran-aliran terdahulu hanya menekankan pada segi kesadaran saja.

Menurut aliran behaviorisme, bahwa:
1)      The image and memories consist of activites engaged in by the organism. We wake certain responses, we act and this activities are knnown as images.
2)      Behaviorism in psikology is merely the name for that type of investigation and theory which assumes that men’s educational, vocation and social activities can be completely described or explained as the result of same (and other) forces used in the natural sciences.

Didalam behaviorisme masalah matter (zat) menempati kedudukan yang utama. Jadi, melalui kelakuan segala sesuatu tentang jiwa dapat diterangkan. Dengan memberikan rangsangan (stimulus) maka siswa akan merespons. Hubungan antara stimulus – respons ini akan menimbulkan kebiasaan-kebiasaan otomatis pada belajar. Dengan latihan-latihan  maka hubungan-hubungan itu akan semakin menjadi kuat. Inilah yang disebut S-R Bond Theory.

2.   Teori Kognitivisme

Teori kognitif adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan proses belajar. Kognisi adalah kemampuan psikis atau mental manusia yang berupa mengamati, melihat,menyangka, memperhatikan, menduga dan menilai. Dengan kata lain, kognisi menunjuk pada konsep tentang pengenalan. Teori kognitif menyatakan bahwa prosesbelajar terjadi karena ada variabel penghalang pada aspek-aspek kognisiseseorang. Teori belajar kognitiv lebih mementingkan proses belajar dari padahasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yangsangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.Dari beberapa teori belajar kognitif diatas (khusunya tiga dipenjelasan awal) dapat pemakalah ambil sebuah sintesis bahwa masing masingteori memiliki kelebihan dan kelemahan jika diterapkan dalam dunia pendidikan juga pembelajaran. Jika keseluruhan teori diatas memiliki kesamaan yang sama-sama dalam ranah psikologi kognitif, maka disisi lain juga memiliki perbedaan jika diaplikasikan dalam proses pendidikan. Sebagai misal, Teori bermakna ausubel dan discovery Learningnya bruner memiliki sisi pembeda. Darisudut pandang Teori belajar Bermakna Ausubel memandang bahwa justeru ada bahaya jika siswa yang kurang mahir dalam suatu hal mendapat penanganan dengan teori belajar discoveri, karena siswa cenderung diberi kebebasan untuk mengkonstruksi sendiri pemahaman tentang segala sesuatu. Oleh karenanya menurut teori belajarBermakna guru tetap berfungsi sentral sebatas membantu mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman yang hendak diterima oleh siswa namun tetap dengan koridor pembelajaran yang bermakna. Dari poin diatas dapat pemakalah ambilgaris tengah bahwa beberapa teori belajar kognitif diatas, meskipun sama-sama mengedepankan proses berpikir, tidak serta merta dapat diaplikasikan padakonteks pembelajaran secara menyeluruh. Terlebih untuk menyesuaikan teori belajar kognitif ini dengan kompleksitas proses dan sistem pembelajaran sekarang maka harus benar-benar diperhatikan antara karakter masing-masingteori dan kemudian disesuakan dengan tingkatan pendidikan maupun karakteristik peserta didiknya.

Ciri-ciri Aliran Kognitivisme
  • Mementingkan apa yang ada dalam diri manusia
  • Mementingkan keseluruhan dari pada bagian-bagian
  • Mementingkn peranan kognitif
  • Mementingkan kondisi waktu sekarang
  • Mementingkan pembentukan struktur kognitif

Belajar kognitif ciri khasnya terletak dalambelajar memperoleh dan mempergunakan bentuk-bentuk reppresentatif yang mewakiliobyek-obyek itu di representasikan atau di hadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang, yang semuanya merupakan sesuatu yangbersifat mental, misalnya seseorang menceritakan pengalamannya selama mengadakan perjalanan keluar negeri, setelah kembali kenegerinya sendiri.Tampat-tempat yang dikunjuginya selama berada di lain negara tidak dapat diabawa pulang, orangnya sendiri juga tidak hadir di tempat-tempat itu. Padawaktu itu sedang bercerita, tetapi semulanya tanggapan-tanggapan, gagasan dantanggapan itu di tuangkan dalam kata-kata yang disampaikan kepada orang yang mendengarkan ceritanya.

Teori Kognitivisme Menurut Beberapa Tokoh

a. JeanPiaget, teorinya disebut “Cognitive Developmental”

Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual danfungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Dalam teorinya, Piage tmemandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Piaget adalah ahli psikolog developmentat karena penelitiannya mengenai tahap tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajar individu. MenurutPiaget, pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan-kemapuan mental yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektuan adalah tidak kuantitatif,melainkan kualitatif. Dengan kata lain, daya berpikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.Menurut Suhaidi JeanPiaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi empat tahap:

Tahap sensory – motor,yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 0-2 tahun, Tahap inidiidentikkan dengan kegiatan motorik dan persepsi yang masih sederhana.

Tahap pre – operational,yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7 tahun. Tahap inidiidentikkan dengan mulai digunakannya symbol atau bahasa tanda, dan telahdapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak.

Tahap concrete – operational,yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini dicirikan dengan anak sudah mulaimenggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perseptual pasif. 4. Tahap formal – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 11-15 tahun. Ciri pokok tahapyang terahir ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola pikir “kemungkinan”. Dalam pandangan Piaget, proses adaptasiseseorang dengan lingkungannya terjadi secara simultan melalui dua bentukproses, asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi jika pengetahuan baru yang diterima seseorang cocok dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang tersebut. Sebaliknya, akomodasi terjadi jika struktur kognitif yang telahdimiliki seseorang harus direkonstruksi/di kode ulang disesuaikan dengan informasi yang baru diterima.Dalam teori perkembangan kognitif ini Piaget jugamenekankan pentingnya penyeimbangan (equilibrasi) agar seseorang dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuan sekaligus menjaga stabilitas mentalnya. Equilibrasiini dapat dimaknai sebagai sebuah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya.Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.

b. Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Bruner.

Berbeda dengan Piaget, Burner melihatperkembangan kognitif manusia berkaitan dengan kebudayaan. Bagi Bruner,perkembangan kognitif seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaan,terutama bahasa yang biasanya digunakan.
Menurut Bruner untuk mengajar sesuatu tidakusah ditunggu sampai anak mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus ditata dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan lain perkataan perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya. Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral dimana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulaidari Sekolah Dasar sampai Perguruan tinggi disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif mereka. Cara belajar yang terbaik menurut Bruner iniadalah dengan memahami konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan. (discovery learning).

c. Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Ausebel
Yang memandang bahwa Proses belajar terjadijika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuanbaru yang dimana Proses belajar terjadi melaui tahap-tahap:
1). Memperhatikan stimulus yang diberikan
2). Memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakaninformasi yang sudah dipahami.

Menurut Ausubel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya didefinisikan dan kemudian dipresentasikan denganbaik dan tepat kepada siswa (advanced organizer), dengan demikian akan mempengaruhi pengaturan kemampuan belajar siswa. Advanced organizer adalahkonsep atau informasi umum yang mewadahi seluruh isi pelajaran yang akandipelajari oleh siswa. Advanced organizer memberikan tiga manfaat yaitu :Menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi yang akan dipelajari.Berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara yang sedang dipelajari danyang akan dipelajari. Dapat membantu siswa untuk memahami bahan belajar secaralebih mudah.

3. Teori Konstruktivisme

Teori Konstruktivisme  didefinisikan sebagai  pembelajaran  yang  bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan teori behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus dan respon, sedangkan teori kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya. Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif dimana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema yang baru.
Teori konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang. Sebagai upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa ”mengkonstruksi” atau membangun pemahamannya terhadap fenomena yang ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan yang dimiliki.
Dengan demikian, belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah sekadar menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil ”pemberian” dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari ”pemberian” tidak akan bermakna. Adapun pengetahuan yang diperoleh melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap individu akan memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama tersimpan/diingat dalam setiap individu.

Adapun tujuan dari teori ini adalah sebagai berikut:
  • Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
  • Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri   pertanyaannya.
  • Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
  • Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
  • Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.

Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).
Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988:133). Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).
Konstruktivis ini dikritik oleh Vygotsky, yang menyatakan bahwa siswa dalam mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial.  Konstruktivisme ini oleh Vygotsky disebut konstruktivisme sosial (Taylor, 1993; Wilson, Teslow dan Taylor,1993; Atwel, Bleicher & Cooper, 1998).

Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky (Slavin, 1997), yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding dan Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu.Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya (Slavin, 1997).
Scaffolding merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk belajar dan memecahkan masalah.  Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri.

Pendekatan yang mengacu pada konstruktivisme sosial (filsafat konstruktivis sosial) disebut pendekatan konstruktivis sosial.  Filsafat konstruktivis sosial memandang kebenaran matematika tidak bersifat absolut dan mengidentifikasi matematika sebagai hasil dari pemecahan masalah dan pengajuan masalah (problem posing) oleh manusia (Ernest, 1991).  Dalam pembelajaran matematika, Cobb, Yackel dan Wood (1992) menyebutnya dengan   konstruktivisme sosio (socio-constructivism), siswa berinteraksi dengan guru, dengan siswa lainnya dan berdasarkan pada pengalaman informal siswa mengembangkan strategi-strategi  untuk merespon masalah yang diberikan.  Karakteristik pendekatan konstruktivis sosio ini sangat sesuai dengan karakteristik RME.

Ciri-Ciri Pembelajaran Secara Konstuktivisme

Adapun ciri – ciri pembelajaran secara kontruktivisme adalah:
  • Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia sebenarnya.
  • Menggalakkan soalan/idea yang dimulakan oleh murid dan menggunakannya sebagai panduan merancang pengajaran.
  • Menyokong pembelajaran secara koperatif mengambil kira sikap dan pembawaan murid.
  • Mengambil kira dapatan kajian bagaimana murid belajar sesuatu ide.
  • Menggalakkan & menerima daya usaha & autonomi murid.
  • Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid & guru.
  • Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran.
  • Menggalakkan proses inkuiri murid melalui kajian dan eksperimen.

4. Teori  Humanistik

Pengertian humanistik yang beragam membuat batasan-batasan aplikasinya dalam dunia pendidikan mengundang berbagai macam arti pula. Sehingga perlu adanya satu pengertian yang disepakati mengenai kata humanistik dala pendidikan. Dalam artikel “What is Humanistik Education?”, Krischenbaum menyatakan bahwa sekolah, kelas, atau guru dapat dikatakan bersifat humanistik dalam beberapa kriteria. Hal ini menunjukkan bahwa ada beberapa tipe pendekatan humanistik dalam pendidikan. Ide mengenai pendekatan-pendekatan ini terangkum dalam psikologi humanistik.

Tokoh-Tokoh Teori Humanistik

1.Arthur Combs (1912-1999)

Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dati ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya. Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya. Combs memberikan lukisan persepsi dir dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.

2.Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal :
(1) suatu usaha yang positif untuk berkembang
(2) kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.

Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri(self).
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.

3.Carl Ransom Rogers
Carl Ransom Rogers  (1902-1987) lahir di Oak Park, Illinois pada tanggal 8 Januari 1902 di sebuah keluarga Protestan yang fundamentalis. Kepindahan dari kota ke daerah pertanian diusianya yang ke-12, membuat ia senang akan ilmu pertanian. Ia pun belajar pertanian di Universitas Wisconsin. Setelah lulus pada tahun 1924, ia masuk ke Union Theology Seminary di Big Apple dan selama masa studinya ia juga menjadi seorang pastor di sebuah gereja kecil. Meskipun belajar di seminari, ia malah ikut kuliah di Teacher College yang bertetangga dengan seminarinya.
Tahun 1927, Rogers bekerja di Institute for Child Guindance dan mengunakan psikoanalisa Freud dalam terapinya meskipun ia sendiri tidak menyetujui teori Freud. Pada masa ini, Rogers juga banyak dipengaruhi oleh Otto Rank dan John Dewey yang memperkenalkan terapi klinis. Perbedaan teori yang didapatkannya justru membuatnya menemukang benang merah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan teorinya kelak.

Tahun 1957, Rogers pindah ke Universitas Wisconsin untuk mengembangkan idenya tentang psikiatri. Setelah mendapat gelar doktor, Rogers menjadi profesor psikologi di Universitas Universitas Negeri Ohio. Kepindahan dari lingkungan klinis ke lingkungan akademik membuat Rogers mengembangkan metode client-centered psychotherapy. Disini dia lebih senang menggunakan istilah klien terhadap orang yang berkonsultasi dibandingkan memakai istilah pasien. Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:
Kognitif (kebermaknaan)
experiential ( pengalaman atau signifikansi)






Reference


Slavin, Robert E. (2000). Educational Psychology: Theory and Practice. Massachusetts:
Allyn & Bacon Publishers.
 http://www.psikologikepribadian1.net/2011/03/teori-belajar-behavioristik-kognitif.2002.

No comments:

Post a Comment